7

SuckSeed (2011)

Labels: ,


Fenomena kesuksesan film bergenre rom-com yang masih merajai box office di Thailand membuat GTH salah satu rumah produksi film yang pernah sukses dengan film-film horor seperti Shutter, Alone atau Phobia kembali memproduksi film bergenre rom-com. Sebelumnya mungkin kita dibuat tertawa sekaligus menangis dengan film-filmnya seperti Hello Stranger, Bangkok Traffic Love Story atau Little Comedian. Kali ini SuckSeed sebuah kisah cinta remaja yang akan membuat kita tertawa. Film berdurasi 125 menit ini sedikit berbeda dengan film rom-com kebanyakan, SuckSeed mengusung unsur musikal rock, persahabatan dan impian dalam temanya. SuckSeed merupakan film pertama bagi sang sutradara Chayanop Boonprakob berdasarkan film pendek berjudul Suck3/2Seed yang dibuat sebagai proyek thesisnya. Bercerita tentang sebuah band yang selalu "suck" tetapi tak patah semangat demi menjadi band yang terbaik. Didukung oleh bintang muda Thailand seperti Jirayu Laongmanee (Phobia 2, The Love of Siam) yang berperan sebagai Ped, lalu Pachara Chirathivat sebagai Koong dan Thawat Pornrattanaprasert sebagai Ex serta aktris cantik Nattacha Nauljam yang berperan sebagai Ern.

Ped, seorang murid sekolah menengah selalu menggangap dirinya "looser". Bersahabat dengan Koong yang tidak jauh berbeda nasibnya dengan dirinya. Semasa kecil Ped selalu dianggap kurang beruntung, bahkan saat ia menyukai Ern, salah satu gadis di kelasnya yang sangat menyukai musik rock. Tetapi karena malu, ia gagal menyatakan bahwa ia menyukai Ern hingga Ern pindah ke Bangkok. Sedangkan Koong selalu dibayangi Kay, saudara kembarnya. Ped dan Koong bersama Ex kemudian membentuk sebuah band bernama Koong and Friends demi menarik perhatian para gadis dan untuk menyaingi Kay. Tanpa diduga mereka bertemu kembali dengan Ern yang ternyata sangat pandai bermain gitar, kemudian Koong merekrut Ern untuk bermain bersama mereka dan bersaing dengan band milik Kay, Arena dalam Hot Wave Music Award, sebuah kompetisi band yang diikuti oleh murid-murid sekolah. Dengan bergabungnya Ern ke dalam band membuat mereka lebih bersemangat dalam mengikuti kompetisi. Tak hanya itu, kehadiran Ern juga melibatkan cinta segitiga antara Ped dan Koong yang sama-sama menyukai Ern.


Dibanding film yang menceritakan kisah cinta remaja, SuckSeed mungkin lebih cocok jika disebut film tentang persahabatan. Film ini menggambarkan bagaimana persahabatan antara Ped, Koong, Ex dan Ern dimana musik mengikat mereka. Di saat tahun terakhir mereka di sekolah, persahabatan mereka harus diwarnai dengan konflik internal serta impian mereka dalam bermusik. Sedangkan kisah cinta segitiga antara Ped, Koong dan Ern bisa dibilang hanya sebagai pelengkap film ini. SuckSeed juga menghadirkan visualisasi yang unik seperti komik, sedikit mengingatkan pada film Scott Pilgrim. Sayangnya durasi film yang cukup lama, yaitu sekitar 125 menit memberikan kebosanan pada beberapa orang. Pemerannya sendiri mungkin bagi pecinta film Thailand akan mengenal dan pernah melihat Jirayu Laongmanee ketika bermain dalam The Love of Siam atau Phobia 2. Sedangkan para pemeran lain merupakan pendatang baru di perfilman Thailand. Pachara Chirathivat selain berperan sebagai Koong, ternyata ia juga memerankan Kay, saudara kembarnya di film ini. Sepertinya kepandaian dalam make-up juga berbicara di sini. Sedangkan Nattacha Nauljam, satu-satunya pemeran wanita utama di film ini yang ternyata bernyanyi dan memainkan sendiri gitarnya dalam film ini. Ya, kemampuan menyanyi dan memainkan gitarnya boleh diacungi jempol. Nat, begitu ia biasa dipanggil, ternyata adalah anak dari salah satu personil Carabao. Band rock Thailand yang legendaris dan sudah cukup terkenal di mancanegara. Jadi tidak heran bila ia pandai dalam bernyanyi dan memainkan gitarnya. Sedangkan Thawat Phonratprasert yang juga seorang pendatang baru, walaupun ia tidak banyak berperan dalam film ini, tetapi aksi-aksi konyolnya cukup membuat tertawa.

Sebagai sebuah film yang mengusung tema musikal, SuckSeed pastinya didukung dengan musik-musik rock yang mengiringi perjalanan film ini. Beberapa band rock Thailand yang berada di bawah bendera GTH turut serta dalam mengisi soundtrack film ini. Bodyslam, band rock yang mengawali karir mereka dalam Hotwave Music Award dan band lain seperti Paradox, Big Ass, Modern Dog, No More Tear dan beberapa band lainnya. Selain itu ada juga lagu lain yang ditampilkan di film ini tetapi tidak masuk ke dalam soundtrack film ini, yaitu lagu dari band Loso yang cukup berperan penting dalam cerita film ini. Ada hal yang unik dari film ini ketika lagu-lagu ini diputar. Adalah kemunculan atau cameo dari band-band pengisi soundtrack film ini. Seperti pada saat Ped yang sedang patah hati diiringi musik kemudian muncul cameo yang menyanyikan lagu tersebut dan menghilang bersamaan dengan habisnya lagu. Bisa dibilang ini adalah sebuah ide yang mungkin terlihat aneh tetapi cukup unik. Untuk ukuran film musikal rock, jika dibandingkan dengan film serupa seperti Beck atau Detroit Metal City jelas lagu-lagu yang dibawakan dalam film ini masih kurang 'nendang'. Tapi setidaknya beberapa lagu yang disajikan cukup catchy dan memorable.

Seperti biasa, unsur komedi yang disajikan dalam film Thailand selalu saja pandai mengocok perut. Unsur komedi yang disajikan memang terkadang berlebihan tetapi tetap terasa natural. Kali ini kita akan dibuat tertawa dengan berbagai kekonyolan yang dilakukan Ped, Koong dan Ex. Aksi-aksi kocak mereka akan menemani sepanjang film ini berjalan. Tentunya tanpa mereka mungkin film ini akan terasa membosankan mengingat durasinya yang cukup lama. Tidak berbeda dengan komedi Thailand kebanyakan, aksi-aksi kocak dalam SuckSeed juga diiringi oleh backsound yang akan pastinya akan menambah unsur komedi ini menjadi lebih konyol.

SuckSeed mengingatkan pada 'Beck', film Jepang yang juga mengusung tema musik rock, persahabatan dan juga impian. Sebagai film pertamanya, Chayanop Boonprakob cukup berhasil mengemas SuckSeed sebagai film yang cukup inspiratif, dalam hal ini tentang persahabatan dan impian dan juga menghibur dengan segala unsur komedi yang disajikan. Tak heran jika film berdurasi 125 menit ini tetap tidak terasa membosankan untuk dinikmati. Ide unik Chayanop dalam menampilkan cameo musisi terkenal Thailand juga patut diacungi jempol, sekaligus bisa memperkenalkan band-band Thailand ini ke mancanegara. Jadi, bersiaplah anda dibuat tertawa oleh SuckSeed.


RATE : 3.5 / 5

0

Of Gods and Men / Des Hommes Et Des Dieux (2010)

Labels: , ,


Of Gods and Men atau judul aslinya Des Hommes Et Des Dieux adalah film Perancis dari sutradara Xavier Beauvois. Film ini mengingatkan saya dengan salah satu film Indonesia yang sedang hangat dibicarakan saat ini yaitu '?'. Memang tema yang diangkat oleh Of Gods and Men hampir sama, yaitu mengangkat tentang masalah perbedaan agama. Of Gods and Men bersetting di Algeria dimana terdapat sebuah biara yang dihuni oleh 9 pendeta. Mereka hidup berdampingan dan harmonis dengan warga muslim di sekitarnya. Of Gods and Men dibuka dengan kutipan sebuah ayat dari alkitab "I have said, Ye are gods; and all of you are children of the most High. But ye shall die like men, and fall like one of the princes.". Ayat tersebut seolah-olah ingin menggambarkan apa yang dialami oleh para pendeta ini. Sebuah biara bertempat di pegunungan di Algeria. Pendeta di biara ini hidup berdampingan dengan penduduk sekitar yang mayoritas beragama Islam. Sayangnya kedamaian itu harus terusik ketika warga asing yang berada di negara itu dibantai oleh sekelompok Islamis. Di tengah ancaman tersebut, kini mereka berada dalam sebuah pilihan, bertahan di tempat tersebut atau meninggalkan tempat tersebut. Sebuah pilihan yang tidak mudah apalagi bagi pendeta yang masih memiliki saudara. Hari demi hari pun berlalu dan ancaman kelompok militan Islamis ini pun semakin dekat.


Of Gods and Men diangkat berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada 7 pendeta yang diculik dan dibunuh oleh kelompok separatis Islam di Tibhirine, Algeria. Film yang disutradari ini masuk ke dalam daftar film yang ditayangkan dalam Festival Cannes 2010, selain itu Of Gods and Men juga menjadi Official Submission Best Foreign Language Academy Awards 2011 mewakili Perancis. Of Gods and Men dibuka dengan berbagai adegan yang menggambarkan kegiatan yang dijalani para pendeta ini, bagaimana mereka memenuhi kebutuhan mereka sendiri serta peran mereka dengan masyarakat sekitar dengan membantu mengobati orang yang sakit. Selain itu mereka juga ikut dalam berbagai kegiatan keagamaan dengan masyarakat sekitar yang jelas-jelas berbeda agama dengan mereka. Seluruh adegan ini seolah-olah menggambarkan apa yang disebut toleransi. Sebuah harmonisasi kehidupan yang sayangnya dirusak oleh kelompok yang tidak menghargai toleransi beragama ini. Di bagian awal, film ini berjalan dengan cukup lambat. Menggambarkan bagaimana kehidupan di pegunungan tersebut. Namun ketika konflik agama mulai terjadi, di sinilah ketegangan mulai meningkat ketika para pendeta ini menolak untuk pergi dan tetap bertahan.

Walau berjalan dengan alur yang cukup lambat, tapi film ini sama sekali tidak membosankan. Dengan kematangan skenario dan sinematografi yang memukau menjadikan setiap momen dalam Of Gods and Men bisa dinikmati dengan sangat baik. Dari sinematografi sendiri ditangani oleh Caroline Champetier. Ia sepertinya cukup tahu bagaimana ia harus memainkan kameranya. Alhasil setiap gambar yang dihasilkan begitu memukau. Dari setiap sudut pemukiman dan kegiatan penduduk serta sudut-sudut dalam biara, ketika semua ini dikombinasikan menjadikan suatu alur tersendiri. Ditambah landscape serta latar yang indah selalu berhasil membuat saya terkagum-kagum. Dari jajaran pemainnya sendiri seperti Lambert Wilson yang berperan sebagai Christian, Olivier Rabourdin sebagai Christophe, Philippe Laudenbach sebagai Celestine serta beberapa pemain lain yang berperan sebagai pendeta biara, hampir semuanya berhasil memainkan peran mereka dengan sangat baik. Wajah depresi dan kebimbangan tergambarkan dengan cukup baik. Ya, mereka terlihat sangat natural ketika memainkan peran para pendeta ini.

Pada awalnya Of Gods and Men terlihat ingin menggambarkan bagaimana para pendeta ini bisa hidup berdampingan dengan penduduk muslim dan bagaimana mereka bisa saling tolong menolong, kemudian setelah suatu konflik agama film berubah menjadi sebuah survival serta bagaimana mereka mengambil keputusan. Film ini menghadirkan sebuah drama yang kental dengan unsur-unsur religius. Hampir setiap momen dalam film ini begitu berharga untuk dilewatkan apalagi sebuah adegan yang dilakukan oleh para pendeta ini ketika mereka berkumpul dalam suatu ruangan menikmati makanan mereka diiringi oleh alunan musik seolah-olah menggambarkan apa yang disebut 'The Last Supper'. Akhir kata, Of Gods and Men adalah sebuah drama perwujudan toleransi dan keharmonisan hidup beragama yang 'well-made', dengan representasi yang memukau, pastikan anda tidak melewati berbagai momen yang berharga ini.


RATE : 4.5 / 5

0

Welcome (2009)

Labels: , ,


Ketika seseorang sedang jatuh cinta, pasti segala cara dilakukan demi bisa menemui orang yang dicintainya tersebut. Sejauh apapun dan sesulit apapun rintangan yang ia hadapi pasti ia tidak akan menyerah demi menemui cintanya tersebut. Itulah yang dialami oleh Bilal Kayani (Firat Ayverdi), seorang remaja Kurdish asal Irak yang menelusuri perjalanan yang cukup jauh demi menemui kekasihnya Mina (Derya Ayverdi) yang berada di Inggris. Bilal berjalan sejauh ribuan kilometer menelusuri Eropa hingga ke Perancis demi bisa menemui Mina. Sesampainya di Perancis, ia hanya tinggal selangkah lagi untuk bisa bertemu dengan Mina tapi kali ini rintangan besar berada di depannya. Ia harus menyebrangi selat yang memisahkan antara Inggris dan Perancis. Karena ia imigran gelap, maka ia tidak bisa dengan bebasnya menyebrang selat tersebut. Bilal kemudian bertemu dengan Zoran (Selim Akgul), temannya yang juga ingin pergi ke Inggris. Mereka mencoba untuk menyebrang secara ilegal dengan menyusup ke dalam sebuah truk kontainer yang akan menyebrang. Sayangnya usaha mereka gagal karena kesalahan yang dilakukan Bilal akibat trauma yang dialaminya.

Usaha Bilal tidak hanya sampai di sini saja. Di sebuah kolam renang, Bilal bertemu dengan Simon (Vincent Lindon), seorang mantan perenang yang menjadi instruktur renang di tempat itu. Bilal kemudian meminta Simon untuk mengajarkannya cara berenang. Dengan berenang inilah Bilal akan mencoba menyebrang menuju Inggris. Simon sendiri adalah seorang suami yang diambang perceraian dengan istrinya. Bagi istrinya, Simon tidak pernah melakukan sesuatu yang berharga. Maka dengan inilah Simon kemudian memutuskan untuk membantu Bilal berenang demi bisa menyebrangi lautan agar bisa menemui Mina. Selain itu Simon juga memberikan perlindungan bagi Bilal berupa tempat tinggal. Sementara itu waktu yang dimiliki Bilal untuk bisa menemui Mina tidak banyak, karena ayah Mina memiliki rencana lain baginya, yaitu menikahi Mina dengan seorang pria yang menjadi pilihannya ketimbang harus mengizinkan Mina berhubungan lagi dengan Bilal.

Welcome merupakan sebuah film karya sutradara Perancis Philippe Lioret. Film yang dirilis pada tahun 2009 di negara tersebut ini berhasil meraih penghargaan di berbagai Festival Film. Beruntung film ini masuk dalam daftar film yang ditayangkan pada Festival Sinema Perancis 2011. Welcome menceritakan kisah perjuangan dua insan yang memiliki tujuannya masing-masing. Bilal seorang warga Irak yang berjuang menelusuri ribuan kilometer dengan berjalan kaki demi bertemu kekasihnya. Sedangkan Simon adalah seorang pria Perancis yang pernikahannya diambang perceraian. Simon sendiri sebenarnya masih mencintai istrinya. Oleh karena itu, dengan membantu Bilal ia berharap bisa menunjukkan kepada istrinya bahwa sebenarnya ia pun bisa melakukan sesuatu yang berarti. Maka dari itu ia pun membantu Bilal agar bisa menemui Mina. Di Perancis sendiri memberikan bantuan bahkan melakukan kontak dengan imigran gelap ilegal. Jadi beberapa kali Simon harus berurusan dengan petugas keamanan. Lucunya saat berurusan dengan mereka, Simon selalu menghadapi mereka dengan santai. Dalam film ini menggambarkan kedekatan antara Simon dan Bilal yang semakin kuat waktu demi waktu. Chemistry yang dibangun antara keduanya cukup baik walau bagi saya masih kurang 'greget'.

Selain itu para pemeran dalam film ini patut diacungi jempol. Vincent Lindon yang lagi-lagi saya melihatnya di Sinema Perancis tahun ini setelah tahun lalu ia juga tampil dalam Pour Elle dan lagi-lagi ia menampilkan performa yang cukup baik. Vincent sepertinya memang pantas memainkan peran seperti ini. Lalu pemeran lain adalah Firat Ayverdi yang dalam film ini merupakan pertama kalinya ia bermain dalam layar lebar. Walau begitu, ia cukup berhasil memerankan karakter Bilal. Begitu pula saat ia membangun chemistry dengan Simon, saat ia menceritakan pengalamannya dan saat ia bercerita bagaimana kecintaannya pada Manchester United. Pada bagian inilah yang menurut saya chemistry antara keduanya digambarkan. Setiap adegan Welcome diiringi oleh alunan denting piano yang mendayu-dayu, terkadang membuat ngantuk tetapi benar-benar pas mengiringi hari-hari Simon dan Bilal.

Welcome merupakan sebuah drama sederhana yang menceritakan kisah seorang imigran gelap yang melalui berbagai rintangan dan jauhnya jarak demi bisa menemui kekasihnya. Sebuah perjuangan yang bisa menjadi inspirasi sekaligus sedikit membuka mata kita tentang realita kehidupan imigran gelap di Perancis. Performa dari para pemain yang kuat turut mendukung Welcome menjadi karya yang cukup baik dari Philippe Lioret. Walaupun dengan alur yang lambat, bukan berarti membuat Welcome sebagai tontonan yang membosankan.


RATE : 4 / 5

0

? (2011)

Labels: , ,

 
Ketika mendengar judulnya, pasti penasaran mengapa film ini hanya diberi judul '?'. '?' memang bukanlah judul sebenarnya dari film ini. Justru kita sebagai penonton diajak untuk menebak apa judul yang tepat untuk film ini. Bahkan sampai dijanjikan hadiah sebesar 100 juta bagi siapa yang bisa memberikan judul yang tepat untuk film ini. '?' adalah film ke-14 dari Hanung Bramantyo, seorang sutradara yang dikenal dengan karya-karyanya seperti Sang Pencerah, Ayat-Ayat Cinta, Jomblo atau Get Married. '?' adalah sebuah film yang terinspirasi dari kehidupan nyata masyarakat Indonesia saat ini. Ketika konflik-konflik beragama mulai bermunculan di negeri ini mulai dari teror bom hingga pelarangan mendirikan tempat ibadah suatu agama, Hanung justru dengan cukup berani mengambil isu-isu tersebut dan memasukkannya menjadi bagian dari film '?'. Keberanian Hanung ini bahkan mendapatkan pertentangan dari 'ormas' yang mengatakan ada unsur negatif dari film ini sehingga tak pantas untuk ditonton. Justru '?' seolah ingin menggambarkan bahwa tidak perlu konflik-konflik beragama itu terjadi bila memang ada toleransi dalam kehidupan masyarakat kita ini.


'?' dibuka dengan sebuah adegan penusukan pada seorang pendeta. Adegan ini jelas sekali menggambarkan sebuah fakta yang terjadi akhir-akhir ini. Yap, anggap saja adegan ini bagian dari konflik agama dalam '?' walau sebenarnya tak terlalu berhubungan dengan cerita keseluruhan. Cerita '?' berkisar pada kehidupan masyarakat Pasar Baru di Semarang yang cukup beragam. Dalam '?' ini Hanung menyisipkan 3 agama yaitu Islam, Katolik dan Budha. Menuk (Revalina S. Temat), seorang wanita muslim yang bekerja di sebuah rumah makan Cina milik Tan Kat Sun (Hengky Sulaeman). Tan adalah seorang yang sangat menghargai apa yang dinamakan perbedaan. Di rumah makannya saja ia membedakan peralatan memasak antara babi dan non babi, begitu juga dengan peralatan makannya. Bahkan ketika bulan Ramadhan ia tidak memperbolehkan rumah makannya untuk menjual babi. Ia sendiri mempunyai seorang anak yaitu Hendra/Ping Hen (Rio Dewanto) yang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Hendra sendiri dulu juga pernah mencintai Menuk, tetapi Menuk lebih memilih Soleh (Reza Rahadian) yang seorang muslim. Soleh sendiri adalah seorang pengangguran. Menuk juga berteman dengan Rika (Endhita) yang merupakan seorang janda beranak satu. Rika adalah seorang Katolik, sebelum berpindah ke Katolik, ia sendiri adalah seorang muslim. Anak Rika sendiri, Abi (Baim) masih tetap beragama Islam. Rika sendiri cukup dekat dengan Surya (Agus Kuncoro) yang juga seorang muslim. Surya sendiri bekerja sebagai aktor, sayangnya selama ini peran yang ia dapatkan tidak jauh dari penjahat atau figuran.


Seluruh tokoh ini terikat dalam sebuah konflik agama dan juga konflik pribadi. Rika yang pindah dari Islam ke Katolik sering kali mendapat cemoohan dari warga sekitar. Bahkan anaknya sendiri menganggap ibunya telah berubah. Hendra yang merupakan seorang Cina selalu dicemooh beberapa warga muslim bahkan ia membalas mereka yang mencemoohnya dengan mengatakan mereka adalah teroris. Hendra sendiri juga mempertanyakan kenapa ayahnya selalu menghargai mereka yang berbeda agama dengannya. Soleh yang ingin berarti bagi Menuk dan adiknya, serta Surya yang tidak pernah mendapatkan peran baik saat ia bermain film. Surya sendiri juga memiliki hubungan dengan Rika dari sinilah Surya mendapatkan tawaran untuk bermain drama pada acara gereja memperingati Paskah dan Natal. Berbagai konflik yang dibangun tidak hanya mengedepankan permasalahan mereka saja tetapi juga mengangkat nilai-nilai moral yang bisa dipetik.

Keberanian Hanung menggarap film ini memang patut diacungi jempol. Film bertema toleransi agama memang cukup jarang mengingat setiap ada film dengan tema tersebut selalu saja menuai kontroversi. Kalau kita melihat siapa saja yang berada dibalik pembuatan '?' tentu tidak perlu meragukan kualitas film ini. Skenario '?' ditulis oleh Titien Wattimena, film-film yang ditulis olehnya hampir selalu berkualitas, sebut saja seperti Minggu Pagi di Victoria Park, Love atau Mengejar Matahari. Lalu pada sinematografi adalah Yadi Sugandi yang juga pernah terlibat dalam Minggu Pagi di Victoria Park. Sedangkan untuk penata musik dipegang oleh Tya Subiakto. Dari cerita sendiri, Titien cukup berhasil membangun cerita yang menggabungkan berbagai konflik baik itu agama maupun konflik pribadi. Dengan banyaknya karakter dalam film ini tapi tidak begitu saja hanya fokus pada satu karakter dan melupakan karakter yang lain, tapi semuanya mendapatkan porsi yang hampir berimbang. Sinematografi dari Yadi Sugandi yang cukup memukau, adegan demi adegan yang ditampilkan benar-benar ciamik. Yadi telah menyelesaikan tugasnya dengan cukup baik. Satu lagi yang bisa patut diacungi jempol adalah musik pengiring dari Tya Subiakto yang dengan baik menempatkan pengiring yang sesuai dengan adegan bahkan suasananya. Seperti ketika adegan di rumah makan masakan Cina yang berlatarkan musik khas Cina atau suasana ketika berada dalam gereja. Yang cukup menarik lagi adalah munculnya lagu dari Sheila on 7 dipertengahan film yang dimainkan oleh pengamen menggambarkan 'kegalauan' yang dialami karakter dalam '?'. Keberanian akting para pemerannya pun tidak kalah pentingnya. Lihat saja Agus Kuncoro yang selama ini kita lihat di film-film religi Islam kali ini harus mendalami peran Yesus dalam sebuah drama atau Endhita yang menjadi seorang wanita Katolik. Berperan menjadi sesuatu yang berbeda memang tidak mudah tetapi mereka berhasil melakukannya dengan baik.

Hanung bisa dibilang cukup berhasil membangun konflik yang bertingkat dan kompleks. Keseluruhan cerita berjalan dengan cukup mulus walaupun pada bagian akhir memang terasa sedikit dipaksakan, tetapi hal tersebut tidak mengurangi penilaian saya terhadap film ini. Beberapa orang mungkin berkata bahwa '?' terkesan preachy, tetapi tidak bagi saya. Film ini justru menggambarkan sebuah fakta kehidupan beragama masyarakat kita saat ini yang tidak mungkin kita menutup mata atas apa yang terjadi akhir-akhir ini. Yap, '?' adalah sebuah film yang mengangkat kehidupan sosial yang digarap dengan baik, diluar kontroversi-kontroversi yang terjadi tentunya cukup banyak pesan moral yang dapat diambil. Well made...


RATE : 4 / 5

0

Battle: Los Angeles (2011)

Labels:


Bayangkan bagaimana jadinya jika perang seperti yang terdapat dalam Black Hawk Down atau Saving Private Ryan digabungkan dengan film-film sci-fi seperti Alien atau film bertemakan invasi makhluk asing seperti War of the Worlds atau Independence Day. Yap, Battle: Los Angeles mengggabungkan kedua elemen tersebut kedalam satu film. Film ini menceritakan invasi makhluk asing ke Bumi secara serempak di beberapa kota besar dunia. Selama bertahun-tahun berbagai dokumentasi memperlihatkan penampakan UFO atau pesawat asing yang ditemukan di berbagai belahan dunia. Hingga pada 12 Agustus 2011, bermula dari jatuhnya benda yang dianggap meteor di pesisir pantai yang ternyata adalah makhluk asing mulai menyerang kota-kota tersebut hingga banyak korban sipil yang berjatuhan. Los Angeles, salah satu kota yang mendapat invasi makhluk asing tersebut, militer pun mulai bergerak demi menyelamatkan penduduk sipil yang masih berada di kota itu. Salah satu dari pasukan yang diperintahkan untuk menyelamatkan warga sipil adalah tim yang dipimpin oleh Lt. William Martinez (Ramon Rodriguez) yang terdiri dari Staff Sgt. Nantz (Aaron Eckhart) dan anggota tim lainnya. Sgt. Nantz sendiri memiliki pengalaman buruk dengan pernah meninggalkan anggota timnya hingga mereka semua tewas. Berdasarkan pengalaman ini Martinez tidak begitu mempercayai Nantz. Tugas mereka kali ini adalah menyelamatkan warga sipil yang terjebak di sebuah kantor polisi di Los Angeles dalam waktu 3 jam sebelum dijatuhkan bom di kota itu untuk menghabisi para makhluk asing.

Tugas mereka ini tidaklah mudah. Para alien ini ternyata dilengkapi dengan persenjataan yang lebih canggih dan juga kemampuan militer yang tidak kalah dengan pasukan marinir ini. Satu per satu korban dari pihak mereka pun berjatuhan dan di tengah perjalanan mereka juga bertemu dengan tim lain yang juga tersisa hanya tinggal beberapa orang saja. Salah satunya adalah Elena Santos (Michelle Rodriguez) yang sebelumnya mendapatkan tugas khusus menyelidiki keberadaan musuh. Sampai di tempat tujuan dan menemukan warga sipil yang selamat, kini mereka harus menelusuri jalan kembali untuk sampai ke daerah aman di Santa Monica Airport. Pasukan makhluk asing itu sudah menanti sepanjang perjalanan mereka apalagi ternyata mereka juga mempunyai angkatan udara yang tak kalah berbahayanya, sementara waktu yang mereka miliki semakin berkurang sebelum dijatuhkannya bom di kota itu.

Battle: Los Angeles sebenarnya terinspirasi dari kejadian yang terjadi di kota tersebut pada masa perang dunia II dimana pada waktu itu alarm kota Los Angeles sempat dibunyikan akibat serangan yang ditujukan pada pasukan Jepang pada masa itu, tetapi ada rumor bahwa itu sebenarnya adalah pesawat UFO. Battle: Los Angeles sendiri merupakan bagian dari World Invasion yang rencananya akan dibuat beberapa film berkaitan dengan "invasi alien" ini. Untuk Battle LA sendiri disutradarai oleh sutradara asal Afrika Selatan, Jonathan Liebesman. Sedangkan untuk skenario sendiri ditulis oleh Christopher Bertolini. Dijajaran visual effect terdapat dua nama yaitu Colin Strause dan Greg Strause. Keduanya memang sudah tidak perlu diragukan lagi dalam hal visual effect. Cukup banyak film-film dimana mereka berdua terlibat dalam visual effect yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Yang menarik adalah salah satu film karya mereka Skyline yang memiliki plot bisa dibilang hampir mirip, bahkan disebut-sebut bahwa mereka mencuri ide dari Battle LA ini untuk membuat Skyline. Mungkin inilah salah satu penyebab jadwal rilis Battle LA yang sempat diundur. Untungnya apa yang mereka lakukan untuk Battle LA ini cukup baik. Sepanjang film kita memang disajikan dengan berbagai visual effect. Mulai dari para 'makhluk asing' termasuk dengan pesawat dan persenjataan mereka, ledakan-ledakan sepanjang film hingga gambaran kota Los Angeles yang hancur akibat invasi makhluk asing ini.

Ketika menyaksikan film ini seperti merasakan sensasi bermain game Battlefield dengan "makhluk asing" sebagai musuhnya. Serunya pertempuran antara pasukan marinir US dengan para alien seolah-olah membawa kita ke dalam pertempuran tersebut. Liebesman cukup berhasil menggabungkan suasana perang seperti pada Black Hawk Down dan menyisipkan unsur sci-fi dengan menjadikan makhluk asing sebagai musuh para marinir ini, sayangnya kalau di Black Hawk Down kita merasakan bagaimana para marinir itu terjebak di antara musuh dan disini suasana seperti itu masih kurang. Walau mereka berada di kota LA yang sudah dikuasai makhluk asing tapi seolah-olah makhluk asing ini tidak mengetahui keberadaan mereka. Jadi unsur survival yang sebenarnya bisa lebih ditekankan di film ini. Dari plot sendiri sedikit de javu dengan plot Black Hawk Down yang bisa dikatakan hampir mirip. Memang tidak ada yang istimewa, bahkan terdapat plot hole di beberapa bagian dan terkesan klise. Untungnya aksi perang yang intense bisa menutupi kekurangan dari sisi cerita.

Battle LA memang jauh dari kata sempurna. Kekurangan yang terdapat pada ceritanya untung saja bisa ditutupi dengan aksi-aksi pertempuran seru melawan makhluk asing yang tetap bisa menjadi sebuah tontonan yang menarik dan pastinya menghibur. Jika membandingkan film ini dengan Skyline karya Strause bersaudara, tentu Battle LA masih jauh lebih baik. Walaupun film ini mendapatkan banyak review buruk dari kritikus film, setidaknya saya masih bisa menikmatinya. Well, This is only the beginning...


RATE : 3.5 / 5

0

Bangkok Knockout (2010)

Labels: ,


Bangkok Knockout adalah sebuah film action Thailand yang menampilkan seni bela diri negara tersebut. Film ini disutradarai oleh Panna Rittikrai, seorang sutradara yang terkenal dengan film-film bergenre action ini juga pernah menjadi stunt coordinator dalam sebuah film aksi laga Thailand, Ong-bak. Kesuksesannya meracik koreografi bela diri dalam Ong-bak membawa dirinya ke bangku sutradara untuk menyutradarai dua film lanjutan dari Ong-bak. Rittikrai selain sebagai sutradara, ia juga bertindak sebagai koreografer aksi-aksi dalam film ini serta juga berperan dalam film sebagai salah satu tokoh antagonis. Cerita Bangkok Knockout berfokus pada sebuah kelompok petarung "Fight Club" yang mengikuti sebuah kompetisi dengan iming-iming hadiah menjadi bintang di Hollywood. Tetapi bukannya menjadi bintang, yang mereka alami justru terjebak dalam sebuah permainan yang dibuat oleh orang yang membuat kompetisi tersebut. Uniknya, seluruh pemeran kelompok petarung ini adalah stuntman terbaik Rittikrai dalam film-filmnya. Selain itu, Bangkok Knockout juga didukung oleh Pimchanok Leuwisedpaibul yang berperan sebagai Baifern dan Supaksorn Chaimongkol sebagai Joy.


Cerita bermula ketika anggota tim Fight Club yang tersadar berada di suatu tempat. Sebuah flashback menceritakan malam sebelumnya dimana mereka mengadakan pesta setelah berhasil memenangkan sebuah kompetisi untuk menjadi bintang Hollywood. Tanpa disangka mereka diserang oleh beberapa orang yang tak mereka kenal hingga satu per satu teman mereka diculik. Demi menyelamatkannya, mereka harus mengikuti sebuah permainan yang diadakan oleh panitia kompetisi. Sebuah permainan yang melibatkan pertaruhan orang-orang kaya, mereka bertaruh menentukan siapakah pemenang dari permainan ini dengan uang mereka. Selain untuk menyelamatkan teman-teman mereka, tetapi juga untuk bisa bertahan hidup. Di sinilah kemampuan bela diri mereka diuji, melawan sekelompok tim yang dibuat untuk membunuh mereka.

Bangkok Knockout menyajikan seni bela diri yang memukau. Berbagai seni bela diri ditampilkan di film ini. Mulai dari karate hingga Muay Thai, seni bela diri khas Thailand. Selain itu, aksi-aksi yang tergolong ekstrim juga dipertontonkan. Seperti bertarung di atap gedung yang masih dalam tahap pembangunan atau melompat dari ketinggian. Tidak heran bila mereka bisa melakukan aksi-aksi berbahaya tersebut, mengingat mereka adalah stuntman terbaik yang dimiliki Rittikrai. Sayangnya aksi-aksi yang memukau tersebut tidak didukung oleh cerita dan akting yang bagus. Dari sisi cerita sendiri terkesan klise. Rittikrai berusaha menampilkan sebuah twist, sayangnya twist ditampilkan bisa dibilang murahan. Keseluruhan cerita bisa dibilang cukup mudah ditebak, terasa hambar dan basi. Sedangkan untuk akting para pemainnya boleh dibilang buruk, mungkin karena seluruh pemeran film ini kebanyakan adalah stuntman yang pastinya tidak handal dalam berakting. Rittikrai sendiri yang juga ikut berperan dalam film ini terlihat kaku begitu juga pemeran lainnya. Apalagi peran para pengusaha yang ikut dalam pertaruhan yang menurut saya sangat 'gak banget'. Pimchanok sendiri yang cukup baik pada saat bermain sebagai Nam dalam Crazy Little Thing Called Love, dalam film ini tidak ada sesuatu yang menonjol darinya. Kemunculannya sendiri juga terhitung tidak banyak.

Walaupun lemah di cerita dan akting, Bangkok Knockout tetap dapat menjadi suatu tontonan yang menarik dengan penampilan para pemainnya yang menampilkan aksi-aksi berbahaya dan seni bela diri yang memukau. Sepertinya Rittikrai memang lebih pantas untuk menjadi koreografer bela diri ketimbang harus duduk di bangku sutradara, tapi setidaknya usaha yang dilakukannya pada Bangkok Knockout tidak mengecewakan. Feel the action....


RATE : 3 / 5

6

Best of Times (2009)

Labels: ,


Mengalami masa-masa yang indah dalam hidup dan bisa mengenang masa-masa tersebut tentunya diharapkan oleh setiap orang. Inilah yang menjadi inti cerita dari Best of Times. Sebuah film drama romantis Thailand yang digarap oleh Yongyoot Thongkongtoon yang pernah mengisi salah satu segmen dari 4Bia, sedangkan untuk skenario film ini sendiri ditangani oleh Aummaraporn Phandintong dan Nontra Kumwong. Nontra Kumwong sendiri juga terlibat dalam skenario Hello Stranger. Best of Times juga menjadi Official Submissions 82nd Academy Award 2010 mewakili Thailand. Film ini menceritakan dua pasangan yang melewati hari-hari terbaik dalam hidup mereka. Sompit (Sunsanee Wattananukul) seorang wanita yang sudah lanjut usia seperti kembali mengalami masa mudanya bersama dengan Jamrus (Krissana Sreadthatamrong) dan Keng (Arak Amornsupasiri) yang bertemu kembali dengan Fai (Yarinda Bunnag), wanita yang pernah ia cintai di masa lalu. Kedua pasangan selain melewati hari-hari indah, mereka juga harus menghadapi masalah masing-masing yang menjadi penghambat dalam hubungan mereka.

Cerita berawal dari Keng dibantu oleh Ohm menyanyikan sebuah lagu ditujukan untuk seorang wanita yang ia suka, 8 tahun kemudian, Keng dan Ohm yang harus berurusan dengan polisi akibat menyetir dalam keadaan mabuk ditolong oleh Fai, mantan istri Ohm yang ternyata adalah wanita yang dulu pernah dicintai Keng. Keng menjalani hukuman dengan mengajar komputer kemudian bertemu dengan Nyonya Sompit dan Tuan Jamrus. Pertemuan itu membuat Keng menjadi terlibat dalam hubungan pasangan ini. Sementara itu, Fai yang menemukan seekor anjing yang terluka ketika menolong Keng dari kantor polisi berusaha menemukan pemilik anjing tersebut dengan bantuan Keng, dari sini hubungan antara mereka berdua berawal. Fai sendiri masih tidak bisa melupakan Ohm yang merupakan cinta pertamanya dan Keng juga mencintai Fai yang juga merupakan cinta pertamanya. Di lain pihak, Nyonya Sompit harus berurusan dengan masalah pribadi dalam keluarganya ketika ia memutuskan untuk menghabiskan hari bersama Tuan Jamrus di perkebunan milik Tuan Jamrus.

Best of Times sedikit berbeda dengan drama komedi romantis yang akhir-akhir ini tayang, jika sebagian besar cerita mereka fokus kepada satu masalah percintaan, Best of Times menghadirkan dua pasangan yang berbeda generasi. Yang pertama adalah Keng dan Fai, dua remaja dimana Fai sendiri sudah pernah menikah dengan salah satu teman Keng dan akhirnya bercerai, sedangkan Keng sendiri dulu pernah menyukai Fai pada masa sekolah. Keng dan Fai dipertemukan dan dekat karena seekor anjing yang terluka. Konflik yang dialami keduanya lebih kepada bagaimana mereka bisa melupakan cinta pertama masing-masing. Fai yang tidak bisa melupakan Ohm, mantan suaminya dan Keng masih tidak bisa lupa bahwa ia pernah mencintai Fai sebagai cinta pertamanya. Tak banyak hal-hal manis yang digambarkan oleh mereka berdua. Hanya ada satu momen dimana mereka bisa menghabiskan waktu berdua dan disinilah chemistry antar keduanya lebih terasa. Diluar itu lebih banyak menggambarkan masalah pribadi mereka ketimbang hubungan antara mereka berdua. Sedikit kecewa dengan pasangan muda mudi ini, untung saja pasangan kedua bisa mengobati kekecewaan saya. Pasangan yang kedua adalah Sompit dan Jamrus, pasangan yang sudah lanjut usia, bisa dibilang hal-hal yang romantis seperti ini jauh dari pikiran mereka. Namun justru pasangan oldies inilah yang bisa menggambarkan apa yang disebut dengan "Best of Times" daripada pasangan muda tersebut. Apa yang digambarkan oleh Sompit dan Jamrus seolah-olah mengatakan bahwa bukan hanya yang muda saja yang bisa menikmati indahnya cinta tapi orang lanjut usia pun juga bisa menikmatinya.

Secara keseluruhan alur cerita Best of Times memang bisa terbilang biasa saja. Tapi yang membuat saya menyukai film ini tentunya pasangan lanjut usia Sompit dan Jamrus, penampilan keduanya patut diacungi jempol. Dibandingkan dengan penampilan Keng dan Fai, kedua oldies ini lebih mencuri perhatian saya. Mereka berhasil menjalin sebuah chemistry yang cukup baik. Walau begitu penampilan Keng dan Fai juga tidak bisa dibilang buruk, apalagi pemeran Keng, Arak Amornsupasiri cukup baik dalam memposisikan dirinya sebagai seorang nerd. Selain penampilan pemerannya, Best of Times juga didukung dengan music score yang pas. Seperti biasa, film-film romantis Thailand selalu saja berhasil menemukan formula music score yang tepat.

Best of Times mungkin bukan film drama komedi romantis terbaik, tapi kehadiran film ini bisa dibilang menjadi suatu titik kebangkitan genre komedi romantis, terbukti setelah film ini cukup banyak film bergenre serupa yang sukses, sebut saja Bangkok Tokyo Love Story, Hello Stranger atau Crazy Little Thing Called Love, selain itu Best of Times tetap dapat memberikan kisah-kisah manis apalagi dengan kehadiran pasangan lanjut usia Sompit-Jamrus yang cukup berhasi menampilkan apa yang disebut "Best of Times". Things we want to remember, we forget. Things we want to forget, we remember...


RATE : 3.5 / 5