Of Gods and Men / Des Hommes Et Des Dieux (2010)

Labels: , ,


Of Gods and Men atau judul aslinya Des Hommes Et Des Dieux adalah film Perancis dari sutradara Xavier Beauvois. Film ini mengingatkan saya dengan salah satu film Indonesia yang sedang hangat dibicarakan saat ini yaitu '?'. Memang tema yang diangkat oleh Of Gods and Men hampir sama, yaitu mengangkat tentang masalah perbedaan agama. Of Gods and Men bersetting di Algeria dimana terdapat sebuah biara yang dihuni oleh 9 pendeta. Mereka hidup berdampingan dan harmonis dengan warga muslim di sekitarnya. Of Gods and Men dibuka dengan kutipan sebuah ayat dari alkitab "I have said, Ye are gods; and all of you are children of the most High. But ye shall die like men, and fall like one of the princes.". Ayat tersebut seolah-olah ingin menggambarkan apa yang dialami oleh para pendeta ini. Sebuah biara bertempat di pegunungan di Algeria. Pendeta di biara ini hidup berdampingan dengan penduduk sekitar yang mayoritas beragama Islam. Sayangnya kedamaian itu harus terusik ketika warga asing yang berada di negara itu dibantai oleh sekelompok Islamis. Di tengah ancaman tersebut, kini mereka berada dalam sebuah pilihan, bertahan di tempat tersebut atau meninggalkan tempat tersebut. Sebuah pilihan yang tidak mudah apalagi bagi pendeta yang masih memiliki saudara. Hari demi hari pun berlalu dan ancaman kelompok militan Islamis ini pun semakin dekat.


Of Gods and Men diangkat berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada 7 pendeta yang diculik dan dibunuh oleh kelompok separatis Islam di Tibhirine, Algeria. Film yang disutradari ini masuk ke dalam daftar film yang ditayangkan dalam Festival Cannes 2010, selain itu Of Gods and Men juga menjadi Official Submission Best Foreign Language Academy Awards 2011 mewakili Perancis. Of Gods and Men dibuka dengan berbagai adegan yang menggambarkan kegiatan yang dijalani para pendeta ini, bagaimana mereka memenuhi kebutuhan mereka sendiri serta peran mereka dengan masyarakat sekitar dengan membantu mengobati orang yang sakit. Selain itu mereka juga ikut dalam berbagai kegiatan keagamaan dengan masyarakat sekitar yang jelas-jelas berbeda agama dengan mereka. Seluruh adegan ini seolah-olah menggambarkan apa yang disebut toleransi. Sebuah harmonisasi kehidupan yang sayangnya dirusak oleh kelompok yang tidak menghargai toleransi beragama ini. Di bagian awal, film ini berjalan dengan cukup lambat. Menggambarkan bagaimana kehidupan di pegunungan tersebut. Namun ketika konflik agama mulai terjadi, di sinilah ketegangan mulai meningkat ketika para pendeta ini menolak untuk pergi dan tetap bertahan.

Walau berjalan dengan alur yang cukup lambat, tapi film ini sama sekali tidak membosankan. Dengan kematangan skenario dan sinematografi yang memukau menjadikan setiap momen dalam Of Gods and Men bisa dinikmati dengan sangat baik. Dari sinematografi sendiri ditangani oleh Caroline Champetier. Ia sepertinya cukup tahu bagaimana ia harus memainkan kameranya. Alhasil setiap gambar yang dihasilkan begitu memukau. Dari setiap sudut pemukiman dan kegiatan penduduk serta sudut-sudut dalam biara, ketika semua ini dikombinasikan menjadikan suatu alur tersendiri. Ditambah landscape serta latar yang indah selalu berhasil membuat saya terkagum-kagum. Dari jajaran pemainnya sendiri seperti Lambert Wilson yang berperan sebagai Christian, Olivier Rabourdin sebagai Christophe, Philippe Laudenbach sebagai Celestine serta beberapa pemain lain yang berperan sebagai pendeta biara, hampir semuanya berhasil memainkan peran mereka dengan sangat baik. Wajah depresi dan kebimbangan tergambarkan dengan cukup baik. Ya, mereka terlihat sangat natural ketika memainkan peran para pendeta ini.

Pada awalnya Of Gods and Men terlihat ingin menggambarkan bagaimana para pendeta ini bisa hidup berdampingan dengan penduduk muslim dan bagaimana mereka bisa saling tolong menolong, kemudian setelah suatu konflik agama film berubah menjadi sebuah survival serta bagaimana mereka mengambil keputusan. Film ini menghadirkan sebuah drama yang kental dengan unsur-unsur religius. Hampir setiap momen dalam film ini begitu berharga untuk dilewatkan apalagi sebuah adegan yang dilakukan oleh para pendeta ini ketika mereka berkumpul dalam suatu ruangan menikmati makanan mereka diiringi oleh alunan musik seolah-olah menggambarkan apa yang disebut 'The Last Supper'. Akhir kata, Of Gods and Men adalah sebuah drama perwujudan toleransi dan keharmonisan hidup beragama yang 'well-made', dengan representasi yang memukau, pastikan anda tidak melewati berbagai momen yang berharga ini.


RATE : 4.5 / 5

0 comments:

Post a Comment