1

The Twilight Saga: Breaking Dawn Part 2 (2012)

Labels: ,


Menutup sebuah saga Twilight, Breaking Dawn yang merupakan bagian akhir dari tetralogi Twilight Saga dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama yang menceritakan pernikahan Bella Swan dengan Edward Cullen hingga kehamilan dan kelahiran anak setengah manusia setengah vampir. Dimana pada bagian pertama ini lebih menekankan sisi drama dan pengembangan beberapa karakter penting sebelum mencapai tingkat akhir dari franchise Twilight.

Bagian kedua ini melanjutkan apa yang terjadi pada bagian pertama dimana Bella (Kristen Stewart) setelah melahirkan diubah menjadi vampir oleh Edward (Robert Pattinson) agar ia bisa tetap hidup. Dengan kehidupan barunya sebagai vampir, Bella harus membiasakan dirinya dengan memburu mangsa demi setetes darah dan juga menahan nafsunya terhadap darah manusia dan perubahan menjadi vampir ini juga menjadikan Bella yang terkuat di antara vampir keluarga Cullen. Sementara itu, anak Bella dan Edward yang baru lahir Renesmee mengalami pertumbuhan dengan cepat dan Volturi yang menganggap Renesmee adalah "Immortal Child" menyatakan keluarga Cullen telah melanggar peraturan dan mereka harus dihakimi.


Fokus cerita pada bagian kedua ini adalah Renesmee, anak dari pasangan Edward dan Bella, selain itu ada beberapa karakter baru yang diperkenalkan satu per satu. Karakter baru ini bukanlah hanya sekedar tempelan, tapi satu per satu coba digali baik latar belakang mereka maupun kekuatan masing-masing. Berbicara tentang Bella yang telah berubah menjadi vampire, dalam bagian awal dari Breaking Dawn Part 2 ini menegaskan bagaimana seorang Bella dengan kekuatan barunya dan bila dibandingkan dengan Bella yang dulu, kali ini karakter Bella lebih ter-eksplor dengan baik, hanya lebih baik tapi bukan berarti yang terbaik.

Tentunya tidak mudah bagi Bill Condon sebagai sutradara bagian akhir dari Twilight Saga untuk menutup franchise ini dengan baik. Bagian pertama dari Breaking Dawn yang terasa datar tanpa pengembangan karakter yang baik membuat penikmat franchise ini menaruh harapan pada Breaking Dawn Part 2. Tetap menyajikan romansa cinta yang dinanti penonton remaja tapi tak membuat Breaking Dawn Part 2 sepenuhnya membosankan di paruh pertama film ini. Beberapa adegan dan dialog yang dibumbui lelucon pada akhirnya bisa membuat penonton tersenyum simpul bahkan tertawa.


Memasuki paruh kedua hingga ke akhir film merupakan bagian paling menarik dalam Breaking Dawn Part 2. Dalam sekejap Bill Condon mengubah genre drama menjadi total action film. Apalagi kalau bukan kontra antara dua kubu vampire yang mendukung keluarga Cullen ditambah kumpulan werewolf berhadapan dengan kelompok Volturi. Menutup film ini, Breaking Dawn Part 2 memberikan sebuah sajian manis yang akan menjadi kenangan penikmat franchise ini, sebuah ending credit yang diiringi lagu A Thousand Years dari Christina Perri menjadi persembahan terakhir franchise ini.

Menutup Twilight Saga, Breaking Dawn Part 2 menjadi sebuah film yang dicintai dan juga dibenci. Dicintai bagi mereka penikmat franchise ini atau mereka yang sekedar menjadi penikmat film, dibenci bagi para fans berat Twilight karena mereka harus berpisah dengan Edward, Jacob dan juga Bella. Namun pada akhirnya seorang Bill Condon berhasil membuat Breaking Dawn Part 2 bisa menjadi yang terbaik dari seri Twilight sekaligus menutup perjalanan panjang franchise ini. Jadi, saatnya mengucapkan salam perpisahan pada Bella, Edward dan Jacob.


RATE : 3 / 5

0

Atambua 39° Celsius (2012)

Labels: ,


Cukup lama sudah duet Mira Lesmana dan Riri Riza sebagai produser dan sutradara menelurkan hasil buah karya mereka. Hampir semua film yang dihasilkan oleh duet ini sukses di pasar film Indonesia. Sebut saja Petualangan Sherina yang menjadi titik awal kerjasama mereka, atau Ada Apa Dengan Cinta, film drama cinta fenomenal yang masih digandrungi hingga saat ini. Film terakhir duet ini adalah Sang Pemimpi yang sekuelnya bukan mereka lagi yang menangani. Jadi sudah sekitar 3 tahun mereka vakum sejak Sang Pemimpi dan kini akhirnya mereka kembali lagi ke kancah perfilman Indonesia dengan Atambua 39° Celsius.

Atambua 39° Celcius mengangkat konflik sosial di Atambua, sebuah kota kecil di dekat perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, tepatnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sudah 13 tahun berlalu sejak referendum Timor Timur yang menyebabkan propinsi itu lepas dari NKRI dan membentuk negara baru bernama Timor Leste. Mereka yang memilih agar Timor tetap berada di bawah NKRI memilih untuk mengungsi dan tinggal di Atambua. Sedang bagi mereka yang memilih merdeka kembali ke tanah mereka Timor Leste. Konflik perbatasan yang berkepanjangan ini mungkin tak ada bedanya dengan yang terjadi di perbatasan Kalimantan atau perbatasan Papua.


Mereka warga Timor memang diberi pilihan tapi tidak semuanya bisa memilih, ada juga yang terpaksa. Joao (Gudino Suares) adalah salah satu dari warga Timor yang terpaksa tinggal di Atambua karena Ronaldo (Petrus Beyleto), ayahnya yang membawanya ke tempat itu. Ronaldo sendiri menginginkan tanah Timor berada di bawah NKRI tapi bagi Joao itu tidak penting. Keinginan dirinya hanya satu, yaitu bisa bertemu kembali dengan ibunya yang bertahan di Timor Leste bersama anggota keluarganya yang lain. Kini yang bisa ia lakukan hanya mendengarkan rekaman kaset yang berisi suara ibunya memohon agar Ronaldo membawa pulang Joao. Hal ini membuat hubungan ayah dan anak tidak berjalan dengan baik, Ronaldo yang sering mabuk-mabukan dan kadang membuat onar seolah tidak peduli dengan Joao. Joao sendiri lebih disibukkan dengan aktivitasnya bersama teman-temannya.

Di tempat lain ada Nikia (Putri Moruk) yang memutuskan kembali ke Atambua untuk mengunjungi makam kakeknya Mathius. Menempati rumah yang ditinggalkan sang kakek yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal Joao. Selama di tempat itu Nikia bermaksud untuk merawat makam sang kakek, tapi apa daya bayangan sang kakek selalu muncul saat Nikia berada di rumah tersebut. Di sisi lain, Joao yang sepertinya memiliki hubungan masa lalu dengan Nikia mulai menaruh perhatian pada dirinya.

Dalam momen kembalinya Riri Reza ke perfilman Indonesia, ketimbang membuat film yang bernuansa drama murni, ia lebih memilih membawa gaya dokumenter ke dalam Atambua 39° Celcius. Di film ini Riri membawa penontonnya ke dalam perjalanan kehidupan 3 tokoh fiksi yang dibuatnya yaitu Joao, Ronaldo dan Nikia. Sebagai penonton, kita akan dibawa bermain ke dalam pemikiran mereka, mencoba merasakan apa yang mereka rasakan. Memang sejak awal kita akan dibuat bingung apa arti dari ketiga tokoh ini lakukan, pertanyaan demi pertanyaan akan muncul, apa dan kenapa. Tapi seiring dengan berjalannya film yang berdurasi sekitar 87 menit ini semua akan terjawab.


Sepertinya sudah menjadi kewajiban bagi film yang mengangkat tema sosial suatu daerah untuk juga mengangkat kehidupan sosial budaya yang sudah melekat di daerah tersebut. Begitu juga dengan Atambua 39° Celcius (2012), film ini tidak hanya mengikuti perjalanan ketiga tokohnya tapi juga mengkaitkannya dengan budaya kota tersebut. Atambua merupakan kota yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, tentu upacara keagamaan Katolik sangat erat dengan kota ini. Hal ini diangkat Riri dan menghubungkannya dengan situasi yang dialami tokoh di film ini. Jadi bukan tak ada maksud saat ditampilkannya upacara perayaan Paskah, sebuah penampilan yang sederhana tapi justru memiliki makna yang cukup dalam. Bahasa yang digunakan di film adalah Tetun, bahasa yang banyak digunakan oleh masyarakat Atambua.

Untuk penampilan masing-masing pemeran, ketiga pemeran utama tokoh di film ini yaitu Gudino Suares, Petrus Beyleto dan Putri Moruk memainkan perannya dengan sangat baik. Tidak banyak interaksi percakapan yang terjadi antar masing-masing tetapi bahasa tubuh mereka berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada penonton.

Membawa ke sebuah kota yang berada di dataran tandus bukan berarti Atambua tidak bisa memanjakan mata penontonnya. Adalah seorang Gunnar Nimpuno yang bertindak sebagai director of photography. Walau dengan dataran yang tandus dan berdebu dimana jarang sekali terlihat pepohonan hijau tapi gambar-gambar yang disajikan tetap membuat kita mengatakan betapa indahnya tanah Atambua. Apalagi sudut pengambilan gambar di beberapa adegan berhasil membuat adegan yang sederhana menjadi dalam maknanya.

Atambua 39° Celcius sebagai comeback Riri Reza dan Mira Lesmana bagi sebagian orang mungkin mengecewakan. Timbul pertanyaan mengapa saat mereka kembali harus mengangkat film dengan tema sosial seperti ini. Bisa jadi ini merupakan opini personal mereka yang ingin mengkritik dan mengangkat konflik sosial masyarakat Atambua. Film yang serba sederhana baik dari sisi cerita maupun pembuatannya, namun dibalik kesederhanaan itu ada makna dalam yang ingin disampaikan oleh Riri dan Mira dalam Atambua 39° Celcius.


RATE : 4 / 5

0

Jakarta Hati (2012)

Labels: , ,


Jakarta, Kota metropolitan, ibukota negara kita tercinta, Indonesia, tempat orang dari berbagai latar belakang budaya, suku, agama, pendidikan dan pekerjaan berkumpul mengadu nasib demi memenuhi kebutuhan hidup. Hati, Tempat berbagai macam perasaan berkumpul, ada rasa suka, duka, senang, sedih, cinta, rindu, benci menjadi satu. Jakarta Hati merupakan sebuah film omnibus dari seorang Salman Aristo yang bercerita tentang Jakarta yang menjadi tempat dimana warganya menemukan dan mencurahkan hati masing-masing. Jakarta Hati sendiri terdiri dari 6 segmen yang masing-masing bercerita dari sudut kecil ibukota yang luas ini. Keenam segmen itu adalah Orang Lain, Masih Ada, Kabar Baik, Hadiah, Dalam Gelap dan Darling Fatimah.

Jakarta Hati dibuka oleh segmen Orang Lain yang bercerita tentang seorang pria dan seorang wanita yang menjadi korban perselingkuhan pasangan masing-masing. Kemudian keduanya saling bercerita, berjalan bersama menyusuri gemerlap malam kota Jakarta menemukan apa arti 'orang lain' bagi kisah cinta mereka.

Cerita kedua, Masih Ada mengkisahkan perjalanan seorang anggota dewan ke sebuah tempat 'pertemuan' di Senayan. Dalam perjalanannya ia mendengarkan keluh kesah warga Jakarta berkaitan dengan wakil rakyatnya yang duduk di gedung DPR. Kebimbangan dalam hati, ketika ia harus berhadapan dengan perbuatan kriminal dan naluri hatinya yang tergugah untuk membantu rakyat kecil dalam posisinya sebagai wakil rakyat.


Kabar Baik yang merupakan segmen ketiga membawa penontonnya ke dalam lika-liku hubungan ayah dan anak. Ketika seorang anggota polisi, Bana yang bertugas memproses BAP tersangka kriminal yang baru tertangkap. Hingga suatu waktu ia mendapatkan ayahnya menjadi tersangka kasus penipuan. Sekarang dia harus berhadapan dengan profesionalitas-nya sebagai polisi dan juga hatinya sebagai seorang anak.

Seorang penulis skenario film dihadapkan dengan masalah keuangan disaat ia harus memenuhi kebutuhan keluarganya tetapi sampai saat ini belum ada tawaran pekerjaan dari rumah produksi film manapun. Hatinya pun dihadapkan dengan tawaran pekerjaan dari temannya untuk menulis film dengan judul 'Pocong Impoten' yang berlawanan dengan prinsipnya untuk selalu menulis karya yang terbaik. Di sisi lain, anaknya meminta untuk membelikan hadiah bagi temannya yang berulang tahun, sementara sisa uang di dompetnya pun makin menipis. Cerita ini direpresentasikan pada segmen keempat, Hadiah.


Dalam Gelap, segmen keempat Jakarta Hati menceritakan percakapan pasangan suami istri di kamar saat terjadi pemadaman listrik. Awal dari percakapan yang biasa seketika berubah menjadi luar biasa, ketika masing-masing dari mereka mulai mencurahkan isi hatinya.

Segmen terakhir berjudul Darling Fatimah yang mengkisahkan seorang wanita penjual kue di pasar bernama Fatimah yang merupakan keturuan Arab. Darling atau dadar gulingnya yang terkenal membuat banyak pelanggan mendatanginya, baik memang untuk mencicipi kue buatannya ataupun pria yang bermaksud menggodanya. Sementara itu, seorang pria keturunan Cina datang menghampirinya, kemudian keduanya mulai berbicara tentang hati.

Jakarta Hati menjadi film kedua dari Salman Aristo yang berkisah seputar kota Jakarta. Setelah sebelumnya Salman hadir dalam Jakarta Maghrib yang menceritakan kisah di sudut kota Jakarta pada waktu Maghrib, kali ini Salman kembali bercerita dari sudut kota yang sama tapi kali ini ia bercerita tentang hati. Secara keseluruhan, sebagai film omnibus masing-masing segmen memang terasa timpang, artinya tidak semua merata baik dalam hal skenario maupun pemain. Ada beberapa nama besar dalam Jakarta Hati, seperti Slamet Rahardjo, Roy Marten, Surya Saputra, Dwi Sasono, serta beberapa artis muda yang cukup sering tampil di layar lebar seperti Andhika Pratama dan Dion Wiyoko. Masing-masing memerankan peran utama dalam setiap segmen.

Sebagai pembuka Orang Lain yang diperankan oleh pasangan Surya Saputra dan Asmirandah. Cerita pertama ini sendiri terasa naik turun baik secara emosi maupun chemistry antar kedua karakter. Ada kesan canggung antara Surya Saputra dan Asmirandah sehingga keduanya kurang maksimal bermain dalam segmen ini. Masih Ada yang merupakan cerita kedua kali ini bermain dari sisi politik dan sosial. Selain Slamet Rahardjo yang memainkan peran utama ada peran pembantu Didi Petet serta Agus Kuncoro. Bermain dengan kritik politik dan sosial, segmen kedua ini terasa gagal membawa ke hati yang lebih dalam tentang permasalahan ini walau begitu penampilan Slamet Rahardjo berhasil menyelamatkannya. Memasuki Kabar Baik, kali ini giliran skenario dari Salman Aristo dan penampilan ke-bapak-an Roy Marten yang membuat segmen ketiga ini menarik. Sangat disayangkan penampilan Andhika Pratama di sini terkesan dipaksakan.

Memasuki pertengahan film, mulai dari sini masing-masing cerita semakin membaik. Hadiah yang merupakan cerita keempat mungkin bersifat personal bagi sebagian orang. Bisa jadi ini merupakan curahatan hati seorang Salman Aristo dan kritiknya terhadap industri film Indonesia. Kehadiran Bastian 'Cowboy Junior' yang mendampingi Dwi Sasono dalam segmen ini bukanlah hanya tempelan biasa, penampilan anak unyu ini setidaknya memberikan makna sebenarnya dari segmen Hadiah. Cerita selanjutnya adalah Dalam Gelap, yang menampilkan Agni Pratistha dan Dion Wiyoko, walau mungkin sulit mengenali mereka dalam kegelapan. Menariknya segmen ini adalah menggunakan long take, jadi pengambilan gambar hanya dilakukan satu kali sepanjang cerita tanpa putus. Bagi saya, segmen ini cukup berkesan karena menggelitik kehidupan sosial yang sedang maraknya. Mau tahu itu apa? mungkin sebaiknya anda menyaksikannya sendiri. Jakarta Hati pun ditutup oleh Darling Fatimah yang bercerita dengan sangat sederhana tapi dalam maknanya.

Sebagai film omnibus bila harus membandingkan Jakarta Hati dengan Jakarta Maghrib dimana keduanya merupakan hasil karya Salman Aristo, saya jauh lebih menyukai Jakarta Maghrib ketimbang Jakarta Hati tentunya dari skenario dan pemain. Walaupun begitu secara keseluruhan Jakarta Hati tetap menjadi film yang patut dan layak untuk ditonton. Jakarta Hati, sebuah kisah tentang curahan hati dari berbagai sudut kota Jakarta menunjukkan bahwa warganya masih punya hati.


RATE : 3.5 / 5